Rabu, 07 November 2007

hujan itu datang sambil menangis

:MAM

duduk di sini adalah sebuah pengalaman teramat puitis
bukan karena hujan itu datang sambil menangis
tetapi karena dua sebab berikut ini,

sebab pertama: malam yang kemarin seperti mata polantas
kebingungan melihat jalanan macet total
saat ini seperti jari-jemari perempuan cantik berwajah nakal

sebab kedua: dinding-dinding menyanyikan lagu-lagu jepang
nyanyian kanak-kanak yang riang
melodis, sesekali melodramatis

adapun hujan yang datang sambil menangis itu
datang mencarimu sehabis membuat kolam di halaman

"langsung saja," kataku
"naiklah ke lantai dua. sebelah kiri, di kamar paling kiri.
mungkin dia sedang menulis surat cinta terakhir
sekaligus puisi perpisahan untukmu."

"separah itukah?" tanyanya
aku jawab dengan sebuah barangkali

dan seperti kau tahu, dia tak ke lantai dua menemuimu
menyangka aku seorang penyimak cerita yang baik,
diceritakannya banyak hal tentangmu
cukup banyak sampai aku lupa seperti apa detilnya
kecuali kalimat tak puitis menggelikan seperti ini:
"dia cinta pertamaku, sekaligus terakhir."
(aduh, hujan kekasihmu ini masih remaja rupanya)

pengalaman ini sungguh puitis. lebih puitis tatkala
dia pamit pulang sesudah kuakhiri ceritanya dengan:
"baiklah, nanti akan kusampaikan padanya," sambil
menyesali waktuku yang terbuang percuma
(30 menit untuk mendengarkannya bercerita,
50 menit untuk mendengarnya menangis)
sudahlah, barangkali dia memang butuh itu

"kau tak mau menemuinya?"

"entahlah, lebih baik kutunggu saja puisinya besok pagi."

kau tahu, tanpa hujan yang datang sambil menangis
pengalaman duduk di sini bagiku mungkin akan sangat-sangat puitis
tak kusebut romantis karena pasti kau berkata tak suka
sambil tersenyum sinis dan meringis

makassar, november 07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar