Rabu, 20 Februari 2008

Jerusalem Tua

Akhir perjalanan ini, Dinda, tak jauh lagi
Di seberang Jerusalem tua yang mekar antara
Bukit Zaitun dan Laut Mati. Setelah ini
tak ada bukit-bukit terjal berbatu, sungai,
atau ular-ular ganas yang menunggu di hulu.

Dingin dan lapar biar jadi musuhku.
Andai ada yang perlu kau khawatirkan
maka itu adalah anak dalam rahimmu

Kelak dia akan setinggi raja, semulia nabi.
Itulah takdirnya. Walau barangkali
aku terlalu bodoh buat mendidiknya
jadi orang suci. Aku hanya sanggup membimbing
sepasang tangan dan kakinya agar kuat layaknya
milik lelaki sejati.
Untukmu, dia akan membangun sebuah rumah,
menggembala domba dan menebar benih-benih
gandum di ladang.
Pula dia yang bakal menggantikanku menjaga
dan menuntunmu dalam setiap perjalanan jauh.

Karena itu bersabarlah, Dinda
akhir perjalanan kita tak jauh lagi.
Di seberang jerusalem tua yang mekar
antara bukit zaitun dan laut mati,
arwah para raja, ksatria dan orang suci
tengah menunggumu. Dan menunggu anak
yang akan kau lahirkan ini.

(After watching the nativity story, a movie about Mary and Joseph's journey from Nazareth to Bethlehem. Truly a religious-romantic story. It teach me how the originally love suppose to be)

Rabu, 06 Februari 2008

Musim Semi di Toko Roti

Memang sebaiknya tak perlu ada musim semi di negeri ini
Agar aku dapat mengunjungimu tiap hari; sore dan pagi
Di sebuah toko roti

Sore ketika di dinding-dinding tokomu
Memekar warna kastanye dan menguar bau blueberry
Sayangnya, tanpa guguran daun marple
Dan cericit burung-burung kolibri

Pagi ketika aku kerap kali menjumpaimu
Tengah membereskan meja dan kursi
Dan kaca pembatas rak tempat memajang roti
Yang sesekali kau tiup sampai mengembun
Agar kau dapat menuliskan namamu sendiri
Emily

Memang sebaiknya tak perlu ada musim semi di negeri ini
Dan satu-satunya musim semi hanya ada di toko roti
Yang anak pemiliknya senang mengenakan celemek merah hati

Memang sebaiknya tak perlu ada musim semi di negeri ini
Agar para petani dapat panen setahun tiga kali
Dan aku akan lebih sering mengunjungimu
Tiap sore dan pagi

Penghujung Musim Hujan (5)

Aku selalu rindu menatapmu dari balik dedaunan dan dahan-dahan, sambil membuat siulan-siulan panjang yang mungkin membuat bulu-bulu sayapmu bergetaran. Aku selalu rindu mendudukkanmu di atas padang rumput hangat, untuk menjelaskan mengapa langit begitu tenang dan angin musim tetap berembus ke barat. Aku akan selalu rindu. Namun rindu apapun telah disembunyikan hujan teramat rapat.