Kamis, 08 November 2007

buqi-buqingale

masih cukup jelas ingatanku pada sebuah tahun tak tercatat, di tepi telaga tak bernama, aku menemukanmu tergugu sembari mendekap sepasang payudara yang menyembul ragu-ragu. seketika birahiku menyala. senyala pendaran dari kulitmu yang kuning purnama.

kita saling bertukar tatapan ganjil sementara tubuhmu masih telanjang disesah udara dingin yang batil. aku coba menawarkan selimut yang kujalin dari dedaunan sulur, namun kau tampik seraya memintaku mundur, tak seinci pun mendekat. mengotorimu dengan jelagaku yang kodrat.

masih cukup jelas ingatanku pada sebuah malam tatkala kau menyisakan rasa panas Lewat ketakutanmu yang angkuh. dan kau mulai mendongeng tentang manusia-manusia yang bertemu makhluk langit, sama sepertiku menemukanmu. mereka membual tentang kudusnya pernikahan bumi dan rembulan

kau ceritakan padaku kebenaran langit; tak ada anak-anak berkejaran membuat jejak hingga jadilah bintang, tak ada perempuan menangis mencipta rinai sampai turunlah hujan, dan tak ada lelaki berbahu kekar memanggul cakra buat memutar hari.

maka kutinggalkan kau bersama sayapmu, tubuhmu yang terlalu suci buat lusuh dibasuh lumpur bumi yang dina. kutinggalkan sembari menyusun cerita buat anak keturunanku agar berbangga dengan raga yang mengalirkan darah dewa-dewa.

dan setelah bertahun-tahun, ingatanku masih juga teramat jelas. sejelas sinar pucat yang menggiringmu turun tiap purnama keduabelas. itulah ziarahmu ke tubuhku yang batu. mengecup bagian yang mungkin kau sangka bibir, mungkin keningku.


Makassar, 25 Agustus 2007

(sajak lama, aku posting kembali dengan sedikit perubahan agar lebih semangat membuat sajak tentang gorontalo lagi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar