Sabtu, 18 April 2009

Selamat Pagi, Lelaki

I. Selamat pagi, Lelaki. Kau bangun lebih awal dibanding alarm telepon genggam yang kau aktifkan semalam. Masih banyak waktu sebelum subuh jingga kental yang terperangkap di bingkai jendela itu mengelupas jadi pagi berwajah pucat.

II. Tapi kau lebih memilih menunggu menit demi menit berangsur dari ranjangmu ketimbang berdiri mematung di depan jendela. Kau takut pada sesuatu yang disembunyikan jendela, bukan? Sesuatu yang sewaktu-waktu dapat tiba-tiba menyergap-rampas rahasia yang sudah susah payah kau abadikan.

III. Semalam bukan tidur paling menyenangkan buatmu. Kau diganggu batuk dan nyeri dada. Diganggu bantal, seprai, selimut dan kasur yang sepakat berlomba menirukan irama degub jantungnya. Diganggu riuh kipas angin yang mengantarkanmu pada mimpi tentang gemuruh kecelakaan di udara. Hei, lihat! Subuh yang terperangkap di bingkai jendela itu sekarang telah jadi pagi berwajah pucat.

IV. Seperti pagi kemarin dan kemarin, kau merapikan kamarmu; mematikan kipas angin, menata kembali bantal, seprai, selimut, dan kasur. (Mereka masih pulas mendengkur, capai setelah semalaman berpesta baju tidur) “Selamat melanjutkan tidur, kawan-kawanku yang nakal,” bisikmu.

V. Alarm di telepon genggam yang mestinya membangunkanmu itu akhirnya membangunkan dirinya sendiri. Tergesa-gesa kau membisukan bunyi alarm yang menjeritkan refrain “it’s oh so quiet” itu, sebelum seisi kamar terbangun dan menggerutu. Ah, kau masih saja senang mengulang pertanyaan Bjork di akhir lagu itu, “so what's the use of falling in love?

VI. Satu SMS masuk belum dibaca. SMS yang kau belum akan membalasnya. Kau tahu benar, sepagi ini dia tak akan mengirim SMS kepadamu, sebab kau dan dia telah terlanjur sepakat tak akan saling membangunkan di pagi hari untuk membiarkan masing-masing tidur sepuasnya, bermimpi sepuasnya dan saling memimpikan sepuasnya. Pula kau dan dia telah berjanji untuk tidak saling menyimpan potret di telepon genggam satu sama lain, agar kau dan dia bisa leluasa mencintai kangen, mencintai mimpi, mencintai tidur.

VII. Kecuali pagi ini. Kau sedikit tergoda menulis kalimat, "selamat pagi, perempuanku." di layar telepon genggammu. Hanya perlu menekan sebuah tombol di sebelah kiri, beberapa tombol angka, dan keberanian yang tak memiliki tombol. Tapi kau tak melakukan apa-apa selain menatap telepon genggam itu saja, dan lalu meletakkannya kembali seraya bergumam: “Cuma 26 karakter. Aku cuma berjarak 26 karakter darimu, Sayang.”

VIII. Kau kemudian meraih handuk dari gantungan, memutar keran dan mengisi bak mandi. Cukup lama kau berdiri sambil menyentuh-nyentuhkan ujung jarimu pada air yang sementara terkucur itu. Setelah itu kau menatapi dirimu yang tengah bersetengah-telanjang dalam bak mandi. Aneh benar kau, Lelaki. Kau takut pada jendela, tapi akrab sekali dengan bak mandi.

Makassar, April 2009

Kamis, 16 April 2009

Di Pantai, Kita Berandai

Di pantai itu, kita berandai, kau sebagai senja dan aku adalah hujan yang saling menghangatkan sekaligus membasahi, saling genggam, saling peluk sebentar sekali buat melepaskan rindu yang telah lama tak terlepaskan ini.

Duhai, betapa cuaca yang bingung membuat rupamu berantakan begini, ucapmu sembari mengusap bibirku yang baru saja memerah-jingga-kuning-hija
u-biru-nila-ungukan sepotong garis lengkung di pipimu.

Makassar, April 09