Sabtu, 15 September 2007

Delapan Sajak Pendek Musim Kemarau

(1)

Ada retakan merayapi tanah kering
Berujung pada tangkai randu di gayutan ranting
Batang digoyang buahnya ikut terpanting

(2)

Dan air selokan berwarna cokelat
Membabas kotoran timbul tenggelam, hendak ke mana?
Ke negeri yang jauh, jawabnya

(3)

Terengah, seekor anjing menjulurkan lidah
Siang yang gerah di bawah pokok belimbing
Si anjing singgah sekadar kencing

(4)

Sementara keciap sepasang burung gereja
Merayakan sarang baru; jejalin rumput, akar garing
Walau udara masih hening. Bergeming

(5)

Jemarimu fasih menjumput dedaunan gugur
Tatkala dingin berliur mengerkah senja yang berangsur
Pekarangan kita kembali pulas tertidur

(6)

Dan malam pula yang mengenangkanku
Pada percakapan kita yang sunyi dan dingin
Pada peperangan yang membunuh musim

(7)

Langit agustus, bersih dan lengang
Belati macam apa yang mengiris separuh purnama
Menyisakan separuh lagi untuk kesepian

(8)

Inilah suasana Mozart dilingkupi sepi
Menggiring penyair menulis takdir dan—tentu saja—mimpi
Tanpa aba-aba: mundur atau berhenti

Makassar, Agustus 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar