Minggu, 27 Juli 2008

Angka-angka; Musuh Bagiku

Berulangkali aku berusaha menghitung
jumlah pot yang berjejer banjar di beranda,
tapi selalu saja hitunganku terhenti
pada bilangan tiga, entah kenapa.
Barangkali, sebab aku tengah bermusuhan
dengan angka-angka.

Di lingkar tepi jam dinding,
mereka menyesaki tiap tempat
tanpa menyisakan jeda,
membuatku merasa bertambah tua
lebih cepat dari semestinya.
Pula mereka melekat di tombol-tombol
telepon genggamku dan berjejal
di layarnya yang menyala.
Setiap ingin menghubungimu
setiap itu pula aku takut
yang menjawabku hanyalah
deretan angka bersuara palsu.

Di pejamku, ada bilangan minta direka
di jagaku, ada pecahan ingin diterka.
Duduk, melangkah, menyebut namamu,
apa pun yang kulakukan
kepalaku gaduh penuh ditindih angka-angka.
Terasa benar hidupku tersusun
dari rumus matematika belaka.

Senja saat ini seperti anak kecil
yang kuyakini belum kenal angka-angka.
Wajahnya mual memerah saga
sehabis melahap gulali tanpa peduli
sebanyak apa.
Perlahan di tiang listrik,
di tembok-tembok dan pepohonan,
bermunculan wajah-wajah asing.
Seperti wajah para penjudi
sebab mereka minta siapa pun
yang lalu di jalan itu
memilih angka tertentu di hari pemilu.

Kau ingat hari itu?
pemilu beberapa tahun lalu,
kita sembunyi di kamar asrama putri
yang kau tinggali.
Untuk sementara kita abaikan perintah negara
sembari menelusuri tubuh satu sama lain
mencari apa saja yang bukan wajah, nama
atau jentik-jentik angka yang asing.

Gorontalo, Juli 08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar