Minggu, 20 April 2008

Memanjangkan Rambut

Aku ingin memanjangkan rambut. Lebih panjang daripada
sungai dalam sebuah buku tentang seorang pecinta anggrek
hantu Tapi sungai di buku itu bertubuh tegas dan lurus.
Berkelok hanya sesekali tak terus menerus. Sedang rambutku
kering kusut tak ubahnya serabut. Mengingatkan pada kertas
yang terbakar pelan-pelan. Lalu berkerut. Lalu menyusut.

Aku ingin memanjangkan rambut. Lebih panjang dari benang
laba-laba yang dijatuhkan Buddha untuk para narapidana
neraka. Yang diberi kesempatan sekali lagi buat bertobat
sambil memanjat sampai ke nirwana. Tapi rambutku malah
tumbuh ke atas seperti ribuan sungut. Barangkali sebab
jarang diusap jari jemari lembut. Jari jemari milik ibu.
Juga jari jemari milikmu.

Rambut sepanjang ini membuatku teringat ayah.
Sejak kecil ia memperlakukan aku layaknya budak
tuan tanah. Rambutku tak pernah dibiarkannya
rimbun lebat. Selang sebulan aku dibawanya
ke tukang cukur yang membabat habis kepalaku
sampai polos dan kesat. Dengan kepala tanpa rambut
aku tampak seolah anak yang patuh dan penurut.

Kali ini biarkan rambutku melakukan apa pun semaunya.
Tak ada sisir, gunting, cermin atau ahli mode dan gaya.
Hanya saja rambutku mesti keramas. Rutin sehari sekali.
Untuk tak menyiksa si kulit kepala tak berdosa. Pula aku
memanjangkan janggut, kumis, cambang dan segala macam
rambut yang dapat tumbuh di tubuhku. Membiarkan mereka
hidup sedikit lebih lama agar satu sama lain dapat saling
menyapa, saling percaya, dan tahu masing-masing memiliki
fungsi tak jauh beda.

Di kehidupan lampau barangkali aku adalah seorang
pembunuh singa. Lelaki perkasa yang menitipkan
segala rahasia tentang rambutnya kepada seorang
perempuan penjual rahasia. Kemudian perempuan itu
memotong pendek rambutnya sehingga mendadak ia
kehilangan kekuatan, lalu penglihatan, lalu kepercayaan,
dan akhirnya nyaris segalanya. Andai perempuan itu tak
menyisakan sedikit rambut tumbuh di kepalanya.
Sedikit saja. Barangkali ia pun akan kehilangan perempuan
itu. Perempuan yang di hatinya perlahan-lahan tumbuh
cahaya. Seiring tumbuh rambut baru di kepalanya.

Aku ingin memanjangkan rambut. Mungkin tak akan
sampai sepanjang sungai. Atau selampai benang laba-laba
yang jatuh menjuntai. Rambutku tumbuh seperti jejaring
di dahan-dahan beringin. Megar, menyemak, kaku dan tak
peduli pada angin. Barangkali kau dapat menumpuk
potong-potongan mimpi buruk yang bakal tersesat di antara
lubang-lubang akarnya yang rapat. Atau kau dapat
menyisipkan rahasia yang baru bisa terbuka saat rambut ini
memutih, rontok, lalu lelah dan menyerah pada usia.

Makassar, April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar