Sebab langit belum berhenti menelurkan hujan
lalu menularkannya ke halaman.
Halaman hanya punya satu selokan.
Selokan tersumbat, halaman berubah jadi danau genangan hujan
Di teras rumah berlantai dua itu, aku duduk di anak tangga kedua dari bawah,
sebab anak tangga pertama telah dihilang-keruhkan danau genangan hujan.
Satu per satu sisa hujan menetes-netes dari kanopi,
mengangkat permukaan genangan yang bergerak menggapai-gapai jempol kakiku.
Aku meraba sisa-sisa hujan itu dengan tangan terkepal,
bukan terbuka seperti orang berdoa,
sebab aku khawatir selaput tipis perlahan akan tumbuh di sela-sela jari-jariku.
Aku tak bisa berenang.
Aku tak akan sampai ke seberang.
Aku hanya menatap langit yang masih saja mengenang hujan.
Masih di anak tangga kedua teras rumah itu,
sambil menunggu danau yang belum juga surut,
aku berusaha menebak-nebak jawaban atas
pertanyaan seseorang dalam adegan sebuah film
: Menurutmu, apakah hujan jatuh berbutir-butir seperti pasir,
Atau terulur seperti jalur-jalur benang?
Makassar, Juni 09
lalu menularkannya ke halaman.
Halaman hanya punya satu selokan.
Selokan tersumbat, halaman berubah jadi danau genangan hujan
Di teras rumah berlantai dua itu, aku duduk di anak tangga kedua dari bawah,
sebab anak tangga pertama telah dihilang-keruhkan danau genangan hujan.
Satu per satu sisa hujan menetes-netes dari kanopi,
mengangkat permukaan genangan yang bergerak menggapai-gapai jempol kakiku.
Aku meraba sisa-sisa hujan itu dengan tangan terkepal,
bukan terbuka seperti orang berdoa,
sebab aku khawatir selaput tipis perlahan akan tumbuh di sela-sela jari-jariku.
Aku tak bisa berenang.
Aku tak akan sampai ke seberang.
Aku hanya menatap langit yang masih saja mengenang hujan.
Masih di anak tangga kedua teras rumah itu,
sambil menunggu danau yang belum juga surut,
aku berusaha menebak-nebak jawaban atas
pertanyaan seseorang dalam adegan sebuah film
: Menurutmu, apakah hujan jatuh berbutir-butir seperti pasir,
Atau terulur seperti jalur-jalur benang?
Makassar, Juni 09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar